Sabtu, 30 Juni 2012

CERITA TENTANG HUJA (cerpen rify)


CERITA TENTANG HUJAN 

Sore itu sore yang dingin, angin berhembus sepoi-sepoi, member kabar pada burung untuk kembali ke sarangnya karena hujan sebentar lagi akan datang. Di sebuah teras rumah terlihat seorang wanita sedang duduk sendiri. Sibuk menghembuskan nafasnya pada secangkir teh yang masih mengepul di tangannya. Setelah menyesap tehnya beberapa kali, perhatiannya teralihkan oleh rintik-rintik air yang mulai turun.
Pikirannya yang semula tenang berubah menjadi cemas, rupanya yang ia tunggu tak kunjung tiba. Sebuah getaran pada saku celana wanita itu membuatnya menaruh cangkir teh yang sejak tadi ada dalam genggamannya pada sebuah meja kecil. Dengan segera tangannya merogoh saku celananya dan mengambil hp yang menjadi sumber getaran yang ia rasakan tadi.
‘aku segera pulang, Ify. Tunggulah sebentar, susah sekali membujuk Acha.’
Wanita itu tersenyum, menyadari pesan singkat itu dikirim oleh orang yang sedang ditunggunya, pikirannya kembali menjadi tenang. Sekarang ia bisa memulai kembali hobinya. Hobi yang mungkin kedengaran aneh bagi sebagian orang, namun hobi yang begitu ia sukai. Kebahagian kecil yang diajarkan seseorang, yah, melihat hujan, mungkin bukan melihat tapi lebih tepatnya menjadi penikmat hujan, itulah hobinya.
Ify menatap hujan yang semakin deras, sebuah senyum indah terkembang di wajahnya. Sementara otaknya sibuk memutar kenangan lama. Sangat lama. Namun begitu berbekas hingga Ify masih bisa mengingat setiap detailnya dengan mudah.

>>>flashback<<<

Sore itu keadaannya persis sama seperti sekarang. Jalan di depan rumahnya lengan, takterlihat lalu lalang orang yang biasanya ramai, hanya sesekali terdengar deru motor yang lewat membelah rintik-rintik air yang mulai turun. Sementara awan hitam masih berkumpul pekat dilangit, siap menumpahkan lebih banyak air ke kota itu.
Ify ingat, bagaimana ia duduk di teras rumahnya kala itu, memperhatikan semua pemandangan itu, seperti saat ini, tapi mungkin yang berbeda hanya perasaannya. Jika dulu ia benci hujan, kini justru ia sangat menyukai hujan. Kala itu Ify juga sedang menunggu kedatangan orang tua dan kakaknya, seperti sekarang ia sedang menunggu.
Ify yang saat itu berusia 7 tahun menopang dagu dengan kedua tangannya. Matanya menatap bosan pada ratusan rintik air yang mulai menderas. Tiba-tiba pandangannya jatuh pada seseosok anak laki-laki seumuran dengannya sedang berdiri di tengah jalan, terlihat agak kebingungan dengan sekelilingnya.
Melihat hal tersebuh, Ify bergegas mengambil payun yang ada di sudut teras rumahnya dan menggunakannya untuk menghampiri anak itu.
“Kamu lagi ngapain ?” Tanya Ify begitu sudah cukup dekat dengan anak itu.
Anak itu terlihat agak terkejut dengan kedatangan Ify, namun seketika ia tersenyum “aku kesasar kayaknya.” Jawabnya.
Ify memandang anak itu dengan pandangan meremehkan, “emang rumah kamu dimana ?” tanyanya.
Anak itu menengok ke kanan dan kirinya, terlihat seperti mencari, kemudian ia kembali menatap Ify dengan pandangan putus asa, “aku lupa.” Ucapnya.
Ify mencibir, “payah.” Ejeknya.
Anak itu terlihat kesal karena perkataan Ify, dia kembali berkata, “aku kan baru pindah.” Belanya.
Ify mengangguk-angguk sebentar, sembari memberhatikan anak itu dengan pandangan menilai. Setelah beberapa saat dan cukup yakin bahwa anak itu bukan orang jahat, Ify kembali berkata, “neduh dirumah aku aja dulu. Nanti kalau udah reda ujannya, aku bantuin kamu nyari rumah kamu.”
Anak itu terlihat sangat senang, ia mengangguk semangat dan mengikuti Ify yang mulai melangkah menuju rumahnya.
“Kamu tunggu sini, jangan masuk dulu, nanti lantainya basah.” Ucap Ify sambil membersihkan kakinya pada keset di teras rumahnya.
Anak itu cuma mengangguk.
Ify segera berlari ke dalam rumah. Begitu keluar dia sudah membawa sebuah handuk, kaos, dan celana pendek miliknya. Dilihatnya anak itu sedang menadahkan tangannya pada air hujan, sebuah senyum terbentuk di wajahnya.
Katanya mau neduh. Tapi malah main air hujan.” Seru Ify.
Anak itu menoleh kearah Ify, “hehe abisnya aku suka hujan sih.” Katanya.
“Nih, kata bibi aku suruh kasih kamu ini. Sana ke kamar mandi.” Kata Ify lagi, menyodorkan barang yang Ify bawa padanya.
Anak itu mengambil handuk yang diberikan Ify. Tanpa banyak bicara dia mengikuti instruksi Ify.
Sementara itu Ify menunggu anak itu sambil meminta bibi untuk membuatkan teh hangat untuknya dan anak itu.
udah ?” Tanya Ify saat anak itu menemuinya di ruang TV.
“Udah.” Jawab anak itu.
“Ini, minum teh dulu.” Suruh Ify.
Anak itu mengambil salah satu gelas yang ada di meja, “mm… aku minum diluar boleh ?” tanyanya.
Ify mengerutkan keningnya, “buat apa ? diluar kan dingin.” Katanya.
“aku mau liat hujan.” Jawab anak itu. “kamu mau ikut ?” tanyanya.
Lagi-lagi Ify mengerutkan keningnya. Sejenak dia akan menolak ajakan anak itu, tapi dia juga tidak mau sendirian di ruang TV. Mama dan kakaknya sedang dirumah nenek, harusnya mereka sudah pulang tapi tidak bisa karena hujan ini. Sedang papanya masih di kantor. Maka Ify mengangguk dan mengikuti anak itu membawa tehnya ke teras rumah dan duduk di kursi teras.
Tuh kan dingin.” Seru Ify.
“Minum tehnya.” Suruh anak itu, setelah dia sendiri menyeruput teh miliknya.
Ify mengikuti anak itu menyeruput teh hangatnya. Hangat. Sangat hangat. Rasa hangat yang terasa lebih berarti saat udara dingin di sekelilingnya.
Ify berhenti meminum tehnya, dia menatap air berwarna merah yang ada dalam cangkirnya dengan agak bingung. Dia mengingat-ingat lagi bagaimana tadi Bi Inah membuat teh itu. Sepertinya tidak ada yang berbeda, tapi kenapa rasanya teh ini terasa jauh lebih enak.
“Enak ya minum teh kalau lagi dingin kayak gini. Tehnya jadi lebih enak.” Sebuah suara menyadarkan Ify.
Ify menoleh ke samping kanannya, dilihatnya anak itu tengah tersenyum dan menatapnya ramah, seolah dia sudah menunjukkan hal hebat pada Ify. Entah kenapa Ify ikut tersenyum begitu melihat senyum itu.
“Itu sebabnya aku suka hujan. Hujan itu bikin teh ini jadi lebih enak.” Katanya pada Ify, tapi matanya menatap lurus ke depan, kearah hujan yang kini mulai reda.
“Nama kamu siapa ?” Tanya Ify, menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi sudah tak sabar ingin dikeluarkan dari pikirannya.
Anak itu mengalihkan perhatiannya pada Ify, sejenak meninggalkan keasyikannya menatap hujan. Dengan sebuah senyuman manis dia menjawab, menyebutkan nama yang tanpa Ify sadari akan menjadi nama yang menghiasi hidupnya kelak, “Rio.”

***
 
Hari itu hari pertama Ify menjadi siswi SMA, dia sedang menjalani masa MOPD layaknya seorang peserta didik baru. Berbagai macam atribut sudah ia kenakan dari rumah. Niatnya dia akan berangkat bersama dengan Gabriel, kakaknya, tapi rupanya Gabriel harus berangkat lebih pagi dari pada Ify karena ia merupakan salah satu anggota OSIS. Sementara Ify diantar oleh papanya.
100 meter sebelum sekolah Ify sudah turun dari mobil papanya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Ya, seperti kebanyakan MOPD, MOPD SMA Ify mengharuskan pesertanya berjalan kaki 100 meter sebelum ke sekolah.
Pagi itu lagi-lagi langit mendung, Ify yang sudah memperhatikan langit sejak tadi tersenyum senang. Entah sejak kapan ia menjadi menyukai hujan, dan ia menikmati segala hal yang disebabkan oleh hujan.
Tiba-tiba rintik-rintik air mulai turun dan dengan cepat mulai membesar, Ify segera berlari mencari tempat berteduh di emperan toko yang masih ditutup pagi itu.
“Yah ujan… kok turunnya sekarang sih. Nanti aja dong kalau udah nyampe sekolah, ntar gue dihukum.” Keluh Ify, keluhan pertamanya setelah sekian lama ia tak lagi mengumpat hujan.
Ify melirik jam di tangan kirinya. Setengah tujuh. Yap, dia sudah telat. Ify menghembuskan nafas dan menatap hujan dengan pandangan lesu. Inilah kali pertama dia benar-benar merasa kesal karena hujan.
Suara langkah kaki dan cipratan air hujan menyadarkan Ify ada yang datang ke arahnya, Ify melihat orang itu, dan tersenyum begitu sadar siapa itu.
“Rio…” ucap Ify senang.
Orang yang baru datang dan sedang menutup payungnya itu menoleh kearah Ify dan ikut tersenyum, “ahhh Ify… baru kali ini gue seneng banget ngeliat lo.” Katanya.
Ify memajukan bibirnya, “maksudnya ?”
“Hehe. Ga ada maksud apa-apa. Gue seneng aja yang kejebak ujan ga Cuma gue doang.” Rio menjawab sambil menyimpan payungngnya di lantai emperan toko itu.
Ify memperhatikan penampilan Rio. Masih memakai seragam SMP dengan berbagai macam atribut MOPD seperti yang Ify kenakan, tapi mengingatRio menggunakan payung, Ify merasa penampilan Rio tak jauh berbeda dengannya yang sejak tadi tidak menggunakan payung, “lo kan pake payung yo, kok masih basah aja sih ?” Tanya Ify.
“Yahelah Fy. Ujan gede kayak gini, payung gue Cuma segini, ya ga cukuplah.” Jawab Rio.
Ify terdiam lalu mengangguk mengerti. Tiba-tiba ia ingat sesuatu, “eh yo. Inget ga pertama kali kita ketemu ?” seru Ify.
Rio menatap Ify dengan pandangan bertanya, “Inget lah. Gue masih inget dengan jelas gimana lo dengan sangat sombongnya ngajak gue neduh.” Kata Rio.
Ify tertawa kecil, ia memang merasa ia terlalu sombong waktu itu, “abisnya yang ada dipikiran gue waktu itu, lo payah banget, cowok gatau jalan ke rumahnya.” Cibir Ify.
Ganti Rio yang mencibir, tapi kemudian dia tersenym dan dengan pandangan menerawang ia kembali berkata, “udah lama banget ya fy, tapi kayak baru kemaren.”
Ify memandang Rio. Sahabat yang ditemuinya saat hujan, yang mengajarkannya untuk menjadi penikmat hujan, yang kini berdiri di sampingnya, dan yang kini membuat dadanya berdebar. Tunggu… berdebar ? Ify kaget sendiri dengan perkataan batinnya. Dia memegang dadanya, seolah takut debaran itu akan terdengar.
“Kenapa fy ?” Tanya Rio dengan nada khawatir.
“Eh ? gapapa kok yo.” Jawab Ify.
Rio masih menunjukkan wajah khawatirnya pada Ify, membuat Ify merasa salah tingkah diperhatikan seperti itu.
“Eh, ujannya udah kecil tuh yo. Ke sekolah yuk.” Ajak Ify dengan tujuan mengalihkan perhatian Rio.
Rio menatap hujan yang sudah berubah menjadi gerimis, “Yaudah yuk. Tapi lo gapapa kan ?” ucapnya.
Ify menjawab “gapapa Rio…”
Rio tersenyum dan membuka payungnya, “yuk.”
Ify melangkah dengan agak ragu. Dia akan sepayung berdua dengan Rio. Ya ampun, kenapa dia harus segugup ini. Bukankah dia sudah menghabiskan waktu sangat lama dengan Rio. Dan ini bukan kali pertamanya mereka sedekat ini.
Rio yang sudah dijalan membalikkan badannya dan memanggil Ify, “yuk fy.”
Ify segera sadar dari lamunannya dan berjalan menyamai langkahnya hingga sejajar dengan Rio.
Saat mereka sampai di sekolah. Percaya atau tidak, bukan hukuman yang menyambut mereka, tapi teriakan histeris dan khawatir dari Gabriel karena adiknya tak kunjung datang. Ternyata Gabriel dan mama Ify sudah mengkhawatirkannya sejak tadi, mereka tidak bisa menghubungi Ify karena memang dilarang membawa hp saat MOPD.
Yah. Mungkin keluhan Ify pada hujan tadi harus ia tarik kembali, nyatanya hujan ini tidak seburuk yang ia kira. Justru hujan ini membawa kebahagiaan untuknya. Yah walaupun harus membuat kakak dan mamanya khawatir. Setidaknya dia tidak mendapat hukuman karena terlambat dan yang terpenting yang ia sendiri juga tidak tau mengapa bisa merasa senang adalah sepayung berdua dengan Rio. Oh iya satu lagi, menit-menit yang ia habiskan di emperan toko tadi juga merupakan kebahagiaan untuknya. Mungkin yang kini harus ia ucapkan pada hujan hari itu adalah terima kasih.

***
 
Menjadi siswi SMA benar-benar terasa menyenangkan untuk Ify. Ia mendapatkan seorang sahabat lain, namanya Shilla, dan sepertinya Shilla ini menyimpan rasa pada kakaknya. Untuk itulah ia dan Rio berada di kelas Gabriel istirahat ini. Mereka ingin mengajak Gabriel untuk bergabung dengan mereka berdua, dan tentunya juga Shilla di kantin. Sementara Shilla sudah mereka tinggal di kantin dengan alasan mereka harus ke ruang guru karena dipanggil Bu Winda.
“Eh fy, itu kakak lo kan ?” Tanya Rio dengan nada memastikan.
Ify menatap orang yang dimaksud Rio, orangyang sedang bernyanyi dan menari di depan kelas itu memang kakaknya. Ify menggelengkan kepalanya, “Kak Iel, ga berubah sama sekali.” Keluhnya.
Rio Cuma terkikik mendengan ucapan Ify.
Pandangan Gabriel tiba-tiba menangkap kedatangan Ify dan Rio yang saat itu berada di depan pintu kelasnya.
“Duh guys, gue pergi dulu ya. Ada fans fanatic gue nih yang udah nyamperin.” Ucap Gabriel pada anak-anak di kelasnya.
“Yaaaaahhhhh……” koor anak-anak di kelas Gabriel.
Gabriel segera berlari menghampiri Ify dan Rio, “ada apa adik-adikku tercinta ?” tanyanya.
Rio tertawa kecil sementara Ify menunjukkan wajah jijik, “Ih, Kak Iel ga malu apa diliatin anak sekelas gitu.” Ucap Ify.
Gabriel Cuma tertawa renyah, dan bukannya menjawab, ia malah kembali bertanya, “ada apa cinta ?”
Ify yang tampak ingin memprotes cara bicara kakaknya itu keburu disela oleh Rio, “ke kantin yuk kak, ada yang mau ketemu tuh.” Ucap Rio.
Gabriel menunjukkan pandangan bertanya, “siapa ?”
“udah. Ntar juga tau.” Kata Rio, menarik tangan Gabriel untuk mengikutinya.
“Ielll…. Mau kemana ?” sebuah suara mengagetkan mereka bertiga.
Gabriel tampak mengenal dua cewek yang memanggilnya tadi sebagai salah satu teman sekelasnya, “ke kantin dong.” Jawabnya.
“kita ikut ya.” Ucap mereka.
Rio dan Ify belum juga menyuarakan ketidaksetujuan mereka, Gabriel sudah berkata, “Yaudah ikut aja.”
Dengan terpaksa mereka berjalan berlima menuju kantin, dimana Shilla sudah menunggu mereka.

*** 

Shilla sejak tadi terus menunduk dan menyantap makanannya dalam diam. Ify yang duduk disampingnya terus menatap dengan pandangan bersalah pada sahabatnya itu. Bagaimana tidak, usahanya untuk mendekatkan Shilla dengan Gabriel malah jadi seperti ini. Gabriel asik melawak dengan salah satu temannya. Dan yang membuat Ify menjadi sama kesalnya dengan Shilla adalah teman kakaknya yang lain, kelihatannya ia menyukai Rio, karena sejak tadi, dia sibuk bertanya macam-macam pada Rio.
“Fy, Yo, kakak-kakak, gue duluan ya. Ada PR yang belum selesai.” Pamit Shilla yang tiba-tiba berdiri, lalu tanpa menunggu balasan dari yang lain, langsung pergi.
Sejenak Ify ingin berdiri menyusul Shilla, tapi Rio menahannya dengan pandangan yang seolah mengatakan ‘nanti saja’. Ify pun mengurungkan niatnya dan duduk kembali menghabiskan makanannya, sesekali menatap pemandangan di depannya, terutama kakaknya, dengan agak sebal.
Semakin lama duduk disana membuat Ify semakin tidak tahan. Entah mengapa hatinya panas melihat Rio begitu dekat dengan kakak kelas itu.
“Kak Iel, Rio, kakak-kakak, gue duluan ya.” Pamit Ify dan langsung berlari.
“Ify.” Ada yang memanggilnya, dan Ify mengenali suara itu, suara yang pertama kali didengarnya saat hujan, suara Rio. Tapi Ify tidak memperdulikannya dan ia terus berlari, tanpa bisa ditahan buliran air keluar dari matanya.
“Ify.” Suara itu terdengar dekat seiring dengan terasanya genggaman pada tangan yang menahan langkah Ify untuk terus berlari. Ia tidak berani menengok ke belakang dan bertatapan dengan pemilik suara itu.
“Lo kenapa ?” Tanya Rio lembut.
“Gapapa. Cuma mau pergi aja dari sana. Takut ganggu.” Jawab Ify ketus.
“Kok gitu. Gue kan kicep disana sendirian ga ada temen.” Ucap Rio.
“Kan ada temennya Kak Iel, lo kayaknya udah kenal banget sama dia.” Jawab Ify lagi.
 Rio terdiam lalu tertawa kecil, “kenapa ? lo cemburu ya ?” godanya.
Ify tersentak, seakan pertanyaan itu menohoknya. Apa iya dia cemburu ? ya. Mungkin benar ia cemburu.
Menyadari tidak ada jawaban dari Ify, Rio membalikkan posisi Ify hingga menatapnya, dan kaget saat mendapati Ify menangis, “Fy, lo nangis ?”
Ify menatap Rio dan menjawab candaan Rio dengan nada serius, “Iya. Gue cemburu.”
Rio tampak kaget dengan jawaban Ify, dia membuka mulutnya, namun belum ada sepatah katapun yang keluar, dia menutupnya lagi, kemudian kembali membukanya, seolah bingung apa yang harus dia katakan.
Ify yang baru menyadari apa yang ia katakan menutup mulutnya dan berlari dari sana. Saat itu sebuah petir menyambar dan lagi-lagi hujan turun. Ify menatap langita yang hitam. Ini bukan hujan yang biasanya selalu ia nanti, hujan kali ini disertai petir yang menyambar-nyambar, tidak seperti hujan yang sangat Ify sukai, Ify sangat membenci petir. Menyadari hujan yang semakin deras, Ify melanjutkan berlari menuju kelasnya, ya, dia berlari ke kelas, karena hanya disana dia bisa aman dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan Rio lontarkan. Karena di kelas akan ada guru yang mencegah Rio untuk bertanya padanya. Dia belum siap. Dia masih mengutuki perkataannya tadi. Dan dia butuh waktu untuk mencari penjelasan jika Rio bertanya padanya nanti.

***
 
Ify menyembunyikan wajahnya pada bantal besar di kamarnya sepulang sekolah. Ia langsung keluar kelas begitu bel pulang berbunyi tadi, bahkan tanpa menghibur Shilla yang ia tahu sedan sedih sepertinya juga, dia segera pulang, bahkan pula tanpa menunggu Gabriel yang biasanya pulang bersamanya.
Ify terus merutuki kebodohannya karena perkataannya tadi. Ketukan halus di pintu kamar menyadarkan Ify.
“Masuk aja ga dikunci.” Ucap Ify.
Gabriel muncul dari balik pintu dan masuk ke kamar Ify, “kok tadi pulang duluan fy ?” tanyanya.
“Ify ke peminjeman buku dulu. Kak Iel kan suka ga mau nungguin Ify milih buku disana.” Jawab Ify berbohong.
“oh.” Ucap Gabriel tanpa rasa curiga. “gara-gara lo tadi pulang duluan, gue jadi ngobrol sama temen lo yang cewek itu, si Shilla. Abisnya lo sama Rio ga ada di kelas, yaudah gue Tanya dia aja.” Lanjut Gabriel lagi.
Ify tersentak, merasa semangatnya sedikit bangkit karena perkataan kakaknya tadi. Dia menatap kakaknya, memperhatikan ekspresi yang ada diwajah Gabriel saat membicarakan Shilla.
“Asik juga anaknya. Nyambung lagi. Gue ngobrol banyak sama dia.” Lanjut Gabriel.
“terus ?” pancing Ify.
Gabriel menggaruk belakang telinganya, “yah… gue mau minta tolong.”
“Setuju. Besok gue pulang sendiri lagi.” Seru Ify tanpa menunggu lanjutan kalimat Gabriel.
Gabriel tampak terkejut, tapi kemudian tersenyum, “hehe. Thanks ya adikku cinta, ntar gue beliin lo yupi yang banyak.”
“ga usah deh, itung-itung bantuin lo aja gue. Tapi nanti PJnya gue paling banyak ya.” Jawab Ify.
“Hehe sip” ucap Gabriel. “eh tunggu deh fy. Ada yang aneh sama lo. Lo abis nangis ya ?” Tanya Gabriel.
Tanpa perlu diminta Ify kembali menangis keras.
Gabriel berseru khawatir dan panic karena tiba-tiba Ify menangis, “Fy lo kenapa ?”
Dan cerita dari mulut Ify pun mengalir.

***
 
Hari ini hari Minggu, dia sedang berada di taman dekat rumah Shilla, menurut rencana ia akan menemui Shilla dan mengajaknya untuk bertemu dengan Gabriel disini, tapi Shilla tak kunjung tiba, di telepon ke hpnya tidak pernah diangkat. Ify pun hanya bisa duduk di kursi taman itu.
Ify mengisi waktunya dengan memikirkan masalahnya dengan Rio. Sejak ia mengatakan hal itu kepada Rio, ia belum bicara lagi dengan sahabatnya itu. Telepon dan sms dari Rio tidak ia gubris, ia masih terlalu malu untuk bicara dengan Rio, dan ia belum menemukan penjelasan yang masuk akal jika Rio bertanya padanya tentang hal kemarin.
“Udah lama ya fy ?” sebuah suara mengagetkan Ify dan membuatnya berbalik. Tapi begitu melihat orang yang menyapanya buru-buru ia bergegas untuk pergi, tapi orang itu menahannya.
“Ify. Jangan pergi dulu. Jangan ngehindar terus.” Cegah Rio, ya, orang itu Rio.
Ify diam di tempatnya, tidak tahu harus bagaimana.
“duduk dulu yuk.” Ajak Rio, menuntun Ify kembali duduk di kursi taman.
Ify duduk di kursi taman dan sudah tidak bisa memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghindari Rio.
“Tentang yang kemaren, please jangan pergi dulu. Gue Cuma mau nyampein satu hal, terserah kalau abis itu lo masih mau kayak gini sama gue atau gimana.” Ucap Rio.
Dada Ify berdebar mendengar perkataan Rio, apalagi Rio berkata ini tentang yang kemarin.
“Gue… juga bakal cemburu kalau gue ada di posisi lo, dan lo yang di posisi gue.” Ucap Rio.
Seketika Ify tersentak dan menatap Rio kaget. Rio tersenyum manis dan balas menatap Ify.
“Gue suka sama lo fy. mau ga… boleh ga… gue jadi cowok lo ?” satu kalimat yang terucap dari mulut Rio dan mampu membuat Ify lagi-lagi tersentak kaget.
Tanpa pikir panjang Ify mengangguk dan tersenyum.
TIK TIK TIK ZASSSSS……………
Oh kalian dengar itu. Itu suara… yah mungkin kalian sudah bisa menebaknya, lagi-lagi itu suara hujan. Ya. Hujan, dan kali ini tanpa petir.

>>>>>>>>>>>>>flashback0ff<<<<<<<<<<<<<<
 
Sebuah rengekan dan tangis anak perempuan kecil menyadarkan Ify dari lamunannya. Dia tersenyum saat menyadari Acha, anak yang sedang merengek itu sudah ada di halaman rumahnya, bersama seorang laki-laki yang tadi mengirim pesan singkat padanya. Mereka datang dengan menggunakan payung, payung yang sudah laki-laki itu gunakan sejak memulai masa SMAnya.
“Achhaaa… nanti Acha sakit kalau main terus.” Ucap laki-laki itu.
“Ahhh papa…. Acha kan mau main sama Ray.” Balas Acha.
“Tapi lagi ujan Acha. Nanti Acha sakit.” Balas laki-laki itu.
Ify menghampiri mereka saat mereka sudah tiba di teras rumah, “udahlah yo… biarin aja main ujan sebentar. Bukannya kamu suka hujan ? wajar kalau Acha suka hujan juga.” Kata Ify.
Rio menatap istrinya, “Ify,,, tapi ini ujan..”
“sesekali gapapa lah.” Ucap Ify.
“Tuh kan pa. kata mama aja boleh.” Ucap Acha.
Rio menghela napas, “yaudah sana.” Ucap Rio.
“yeeee…” sorak Acha yang langsung berlari ke jalan.
Rio dan Ify memperhatikan Acha dengan wajah dihiasi senyuman. Tak berapa lama seorang anak laki-laki menghampiri Acha.
“kayaknya Acha suka hujan juga.” Ucap Rio.
“Dan dia juga punya temen yang sama-sama suka hujan.” Ucap Ify.
“Ray ? dia baru pindah kemarin. Kayaknya bisa jadi temen Acha.” Kata Rio.
Ify menatap Rio dengan agak kaget, lalu dia tersenyum senang, “ada-ada aja pikiranku.” Ucapnya.
Rio menatap Ify, “kenapa ?”
Ify menggeleng, “menurut kamu, mungkin ga sebuah kisah terulang ?” Tanya Ify.
Rio tampak berfikir, “mungkin, tapi ga akan sama persis.” Ucapnya.
Mereka kembali menatap Acha yang sedang bermain dengan Ray. Saat itu sebuah mobil datang dan dari dalam mobil itu keluar seorang anak perempuan yang tau-tau sudah bergabung dengan Acha dan Ray.
Sementara Gabriel tak lama kemudian keluar dari mobil yang sama dengan sebuah payung. Membukakan pintu sebelahnya, dan mengajak Shilla keluar dari sana.
“Rio… Ify…” sapa mereka, yang disambut dengan senyuman manis dari Rio dan Ify.

***


2 komentar: