14
Rio
membuka matanya dengan perasaan aneh. Dia menoleh ke kanan dan kirinya dengan
bingung, sama sekali tidak mengenali tempat di mana dia berada sekarang.
Tempat
itu dipenuhi tebing-tebing tinggi dan jurang yang tidak terlihat dasarnya
karena tertutup asap, atau kabut ? entahlah, Rio tidak tahu apa itu.
Rio
berdiri di tepi jurang tersebut dengan bingung, tidak tahu apa yang harus dia
lakukan, hingga sebuah getaran seperti gempa bumi membuatnya harus berpegangan
pada salah satu pohon agar tidak terjatuh.
Perlahan
getaran itu berhenti, digantikan dengan deru aneh dari jurang yang tidak
terlihat dasarnya itu.
Rio
melangkah ragu mendekati jurang itu dan melihat ke dalamnya. Deru itu tidak
berhenti, justru bertambah keras, tapi membuat Rio semakin menajamkan
pandangannya pada jurang itu.
Tiba-tiba
saja sesuatu yang panjang keluar dari dalam jurang itu. Sesuatu itu sangat
besar, bersisik, dan berwarna merah. Terkejut, Rio terjungkal ke belakang dan
saat itulah, sesuatu itu telah keluar sepenuhnya dari jurang.
Sesuatu
itu menatap Rio dengan pandangan mengerikan. Rio ternganga saat menyadari bahwa
sesuatu itu adalah naga. Naga merah, besar, bersisik, dan sepertinya tidak suka
pada dirinya.
Perasaan
Rio bahwa naga itu tidak menyukainya langsung dibuktikan dengan sebuah semburan
api dari mulutnya.
Rio
terketjut, merangkak mundur tepat pada waktunya, namun naga itu tidak menyerah,
kembali sebuah semburan api dia tujukan pada Rio.
Untunglah
Rio sudah lebih siap, dia mengendalikan api itu dan menghalaunya. Entah
bagaimana caranya, Rio bias tahu kalau sekarang sang naga tampak terkejut, dan
seketika pandangan marahnya hilang, digantikan pandangan bersahabat.
Naga
itu mulai terbang lebih tinggi dan berputar-putar di langit sambil sesekali
mengeluarkan semburan apinya. Rio mengawasinya dengan takjub, dan menjadi lebih
takjub saat naga itu berhenti terbang berputar-putar dan tiba-tiba saja turun
dan membuat tubuhnya sejajar dengan tepi jurang tempat Rio berdiri.
“Eh…
ehm…” gumam Rio. “Maksudnya gimana ?” tanyanya, pertanyaan yang sedetik
kemudian dia maki dalam hati. Mana mungkin si naga mengerti apa yang dia
katakan.
“Naiklah.” Terdengar sebuah suara dari
naga itu.
Seketika
Rio terlonjak, “lo… ehm… kamu… bisa ngomong ?” tanyanya masih merasa seperti
orang bodoh bicara pada seekor hewan.
“Aku ? bicara ? dengan manusia ? tentu saja
tidak.” Jawabnya dengan sedikit nada geli dalam suaranya, “tapi denganmu, ya, kita sedang bicara kan
?” tambahnya.
“Ehm…
kenapa ?” Tanya Rio, mulai mendekati sang naga.
“Tentu saja karena kau ini pengendali api,
pengendara naga. Bagaimana bisa kau berharap mengendalikan seekor naga tanpa
bisa mengontrol apinya dan mengerti jalan pikirannya.” Seru si naga, masih
dalam posisinya yang sejajar dengan tepi jurang.
“Ehm…
maaf, tapi… gu… ehm… saya... ehm… aku... disuruh naik ke naga yang baru aja
menyemburkan apinya dan sepertinya berniat membunuhku ?” Tanya Rio terbata
dalam usahanya memilih kata yang tepat. “itu ga bijaksana kan ?” tambahnya.
“Maafkan aku… tapi aku harus mengetesmu, kau
bisa saja bukan pengendali api. Kau bisa saja hanya seseorang yang memiliki
kekuatan besar dan ingin menghancurkanku dari dalam.” Jawab si naga.
“Menghancurkanmu
dari dalam ?” Tanya Rio bingung.
Naga
itu mendesah kesal, Rio tidak tahu apakah naga sebenarnya bisa mendesah, tapi
dia mendengarnya seperti itu.
“Naiklah…” katanya lagi, kali ini dengan
nada yang lebih memerintah.
Rio
mulai merasa ada unsur paksaan dalam suara si naga sehingga dia merasa lebih
aman untuk menaiki tubuh bersisik naga itu. Baru saja dia menemukan posisi yang
cukup nyaman, naga itu sudah kembali terbang tinggi, membuat Rio terkejut dan
harus berpegangan dengan susah payah pada tubuh naga itu.
Rasanya
baru sebentar saat Rio menyadari naga itu sudah berhenti terbang ke sana ke mari,
dia kini hanya melayang di langit.
“Pegangan !” perintah si naga.
Belum
sempat Rio memprotes tetang ‘berpegangan pada apa ?’ si naga itu sudah memulai
aksinya, dia menyemburkan api yang sangat besar.
Rio
menutup matanya selama beberapa saat, walaupun dia pengendali api, tetap saja
dia terkejut oleh hawa panas api yang sangat besar itu.
“Buka matamu…” terdengar kembali suara
si naga.
Rio
membuka matanya dengan takut-takut, dia menatap ke bawah, dan betapa
terkejutnya dia saat melihat satu… dua… tiga… empat… lima… enam…, enam, ENAM
naga lagi telah muncul dari jurang itu.
Suara-suara
lain, yang menurut Rio suara naga-naga itu mulai terdengar. Ada yang berseru
senang, ada yang terkejut, ada yang tidak percaya, namun dari nadanya semua
sangat antusias dan bahagia.
“Rio…
Yo… bangun, Yo…” Sebuah suara lain yang terdengar sangat jauh membuat bayangan
naga-naga dan tebing-tebing itu hilang, digantikan dengan kegelapan bersamaan
dengan semakin kerasnya suara yang menyuruhnya bangun.
Rio
menyibak kegelapan itu dengan membuka matanya, membuat kesadarannya mulai
terkumpul, “hem ?” tanyanya masih
mengantuk.
“Bangun,
ini hari penyerangan, kita harus siap-siap.” Ujar suara itu lagi, yang Rio
sadari adalah suara Cakka.
Perkataan
Cakka membuat kesadaran Rio terkumpul sepenuhnya, namun mempinya tadi tiba-tiba
saja menyeruak dalam otaknya, membuat Rio tidak bisa menahan diri untuk tidak
bertanya, “Cak…” panggilnya.
“Kenapa
? ada yang ga beres ?” Tanya Cakka khawatir.
Rio
menggeleng kuat-kuat, “nggak ada yang ga beres kok, cuma aja gue pengen nanya
sesuatu.” Jawabnya.
“Tanya
? Tanya apa ?” balas Cakka.
“Hem…
di sini ada naga ?” Tanya Rio, berhasil mengutarakan pertanyaan yang muncul
akibat mimpinya itu.
“Kenapa
lo nanya itu ?” balas Cakka lagi.
“Ehm…
gapapa, tiba-tiba aja gue kepikiran, soal perjalanan kita pake elang dan lo
yang secara alami bisa ngontrol elang, terus soal temen-temen Gabriel yang
ngintai lewat tanah, sama ikan-ikan yang dikirim Alvin buat ngintai lewat
sungai. Gue ngerasa kalian masing-masing bisa ngontrol hewan sesuai elemen
kalian, dan harusnya gue juga kalau gitu, dan satu-satunya hewan elemen api
yang kepikiran sama gue cuma naga.” Jelas Rio, mengeluarkan kata-kata yang sama
sekali belum disusunnya namun begitu lancar dia keluarkan.
Cakka
terdiam dan tersenyum, bukan senyum senang, tapi lebih seperti senyum prihatin,
“dulu… emang ada naga. Leluhur kita yang jadi raja terdahulu bahkan bisa
ngendaliinnya, bahkan ga cuma naga, tapi semua hewan di semua elemen. Tapi naga
makin lama makin sedikit, jujur aja gue ga tau banyak tentang naga, tapi yang
gue denger dari Ray, mereka mulai saling bunuh sejak beberapa tahun lalu,
sejak… yah… sejak lo menghilang… gue ga ngerti, tapi kata Ray mereka mulai
gelisah, kayak ga punya pedoman, kata Ray juga, naga itu kayak api, kuat, tapi
susah dikontrol, begitu pengontrol mereka, pengendali api, dalam kasus ini lo,
hilang, mereka mulai lepas kontrol dan akhirnya saling bunuh. Populasi mereka
jadi makin dikit, yang tersisa susah banget buat dicari.” Jelasnya.
Rio
terdiam, “jadi ? gara-gara gue ?” tanyanya dengan perasaan hampa dan kosong.
Cakka
menggeleng dan tersenyum menyemangati, “nggak, bukan gara-gara lo, tapi
gara-gara Om Dayat.” Bantahnya.
Rio
merasakan sesuatu telah mengacaukan hatinya, kini, bertambah lagi satu alasan
untuknya menyerang lembah tujuh naga itu. Orang itu harus membayar atas
kekacauan yang telah dibuatnya.
***
Ify
menatap langit-langit tempatnya ditahan selama… entah sudah berapa lama, Ify
tidak dapat menerkanya. Tempat itu sepertinya berada di bawah tanah, karena Ify
bisa mendengar suara-suara yang berasal dari atas.
Tempat
itu sangat besar, menurut Ify tempat itu seperti ruangan yang diciptakan oleh
alam, seperti gua, namun tersusun seolah seseorang memang sudah merancangnya. Ya,
merancangnya, merancangnya sebagai tempat tahanan, dan seperti tempat tahanan
pada umumnya, tempat itupun mengintimidasi siapa saja yang ditahan di dalamnya,
termasuk Ify.
Entah
bagaimana Ify mulai sadar perlahan tempat itu menyerap segala hal positif yang
ada pada dirinya, mulai dari ingatannya tentang sekolah, Agni, Debo, dan Rio.
Selain itu tempat ini juga menonjolkan kenangan-kenangan buruk dan ketakutannya
yang terbesar. Ify sering mimpi buruk tentang hal-hal itu. Mimpi-mimpi itu
semakin membuat Ify merasa terpuruk, membuat ketakutannya semakin terasa nyata.
Bahkan suplai makanan yang terbilang cukup tiga kali sehari tidak mampu
membuatnya merasa lebih baik.
Memikirkan
makanan, Ify melihat ke sudut, tempat empat porsi makanan telah muncul seperti
biasa, belum tersentuh, karena tiga temannya yang lain masih tertidur dan Ify
sama sekali tidak mempunyai selera untuk makan.
Sebuah
rintihan terdengar, membuat Ify menjatuhkan pandangannya pada Shilla, dari siapa
suara itu berasal. Shilla terlihat mengernyit, namun lalu kembali tertidur
tenang.
Ify
terdiam melihatnya, dia tahun Shilla pasti sedang mimpi buruk, seperti yang
sering ia alami. Ify tiba-tiba ngeri sendiri saat ingat berapa lama Shilla
ditahan di tempat ini, seberapa besar ketakutan yang sudah dia terima, tidak
heran dia menjadi agak emosional saat bertemu Ify, Oik, dan Sivia.
Oh
ya, Sivia, gadis itu benar-benar unik, rasanya cuma dia yang tidak terpengaruh
oleh sihir di tempat itu. Sivia satu-satunya yang masih sering bersenandung
saat bosan, berkeliling tempat itu, dan menertawai batu-batu berbentuk aneh.
Shilla
paling kesal dengan Sivia, setiap kali Sivia mulai berisik dia akan mulai
berkata kesal, “bisa diam ga sih ? keadaan sekarang udah cukup bikin gue bête tanpa
lo tambah sama ocehan ga penting lo itu.”
Dan kemudian
Sivia akan membalas, “terus gue harus ngapain ? diem aja gitu ? bosen tau.”
Shilla
akan kembali membalas, “lo itu hyperactive dan ga tau situasi tau ga ?”
Dan
Sivia akan membalasnya dengan kalimat sejenis, “lo kesel sama gue cuma karena
Alvin suka sama gue, bukan sama lo.” Sambil memutar bola matanya.
Shilla
akan menghentakkan kakinya kesal dan berkata, “itu salah satu alesan, tapi
sekalipun Alvin ga suka sama lo, gue tetep nganggep lo sebagai orang yang
ngeselin. Lo itu juga kekanakan dan ga nunjukkin sikap seperti cewek dewasa.”
Sivia
akan mulai menggerak-gerakkan mulutnya kesal dan berkata, “gue ga mau jadi
cewek sok lemah lembut yang sok anggun dan bisanya cuma diem aja sepanjang
waktu.”
Dan
perdebatan itu diakhiri dengan Shilla yang pura-pura tidak mendengar dan
menggerutu sendiri.
Ify tersenyum
sendiri saat mengingat rutinitas yang
biasa mereka berempat lakukan di sana. Jujur saja, baginya baik Sivia maupun
Shilla sebenarnya tidak ada yang bersikap wajar, satu-satunya yang sikapnya
masih wajar adalah Oik.
Oiklah
yang selama ini menengahi pertengkaran Sivia dan Silla, Oik juga yang selalu
menemani Sivia berkeliling tempat itu dan menanggapi celotehannya, namun Oik
juga yang selalu paling memaklumi sifat
emosional Shilla dan selalu mendengaran cerita Shilla, dan Oik jugalah yang
selalu menghibur Ify saat Ify merasa terpuruk dan sedih.
Ify
meringis, mengingat teman-temannya itu memiliki kekuatan sendiri untuk
menguatkan satu sama lain. Oik yang sabar, Sivia yang selalu berusaha ceria,
Shilla yang walaupun sering marah, namun tetap menghidupkan suasana. Rasanya hanya
Ify yang terpuruk dengan keadaan dan tidak melakukan apapun.
Tiba-tiba
saja Ify teringat pada Rio, teringat bagaimana Rio telah berusaha
menyelamatkannya dengan pukulan apinya itu. Rio pasti ingin Ify baik-baik saja,
baik secara fisik maupun batin.
Ify
kembali meringis melihat kondisinya, sama sekali tidak baik, dia mulai merasa bersalah.
Dia merasa telah menyia-nyiakan usaha Rio untuk melindunginya. Dia menghela
nafas sedih, tapi kemudian tersenyum kecil, dia harus kuat, demi Rio.
“Apa-apaan
ini ? jadi hanya kau yang bangun ?” sebuah suara membuat Ify tersentak, ada
seseorang lagi di tempat itu, seseorang yang tidak dia harapkan kehadirannya.
Ify
berdiri, menanti kedatangan seseorang itu dari kegelapan sudut ruangan.
Begitu
orang itu telah terlihat jelas, Ify hampir saja terlonjak, orang itu tampan,
namun menyeramkan, dia menggunakan pakaian yang sepertinya siap tempur, pakaian
yang bagus dan megah namun dengan kesan yang menakutkan.
Orang
itu mengalihkan pandangannya dari Ify dan melihat Shilla, Sivia, dan Oik yang
tengah tertidur. Dia mengibaskan tangannya dengan kasar di udara dan berkata, “bangun
! bangun, pemalas !”
Entah
bagaimana caranya, kibasan tangan lelaki itu yang berjaran lima meter, memberi
efek sangat dekat hingga membangunkan Shilla, Sivia, dan Oik.
Tiga
wanita itu terbangun, dan langsung berdiri kaget saat menyadari adanya
laki-laki itu.
“Dayat,
mau apa kau ke sini ?” Tanya Shilla dengan nada sangat mencela.
“Sopan
sekali kau, peramal.” Balas Dayat sinis. “ini tempatkku, aku tidak perlu
persetujuanmu untuk ke sini.” Tambahnya.
“jadi
itu yang namanya Dayat ?” Tanya Oik pada Ify.
Ify
hanya mengangguk kecil.
“Kenapa
kamu nyulik kita ?” Tanya Sivia, tidak ada nada takut dalam suaranya.
Dayat
terlihat sedikit kaget saat mendengar Sivia, “berani sekali kau wanita muda, ah
ya… kau Sivia kan ?” katanya. Dia berpaling pada Shilla dan berkata, “bagaimana
tanggapanmu tentangnya, Shilla ? dialah yang ternyata bisa merebut hati Alvin.”
Tambahnya.
Shilla
tersentak dan menatap marah Dayat, “kau ingin memecah belah kami.” Katanya.
“Aku
baru tahu kalian pernah bersatu.” Balas Dayat ringan, “bukannya kalian hanya
empat orang tak saling kenal yang kebetulan bertemu di sini ? bertemu dan
mengalami nasib buruk karena nasib baik ?” katanya lagi, diakhiri dengan senyum
sinis.
Ify
dan yang lain terdiam.
“Bagaimana,
Ify ? bukankan ruangan ini cukup menyiksamu ?” tanyanya dengan senyuman licik
pada Ify.
“Nggak,
nggak lagi.” Jawab Ify berani.
Lagi-lagi
Dayat terkejut, “kalian belum mengerti posisi kalian rupanya.” Katanya. “Shilla,
ramalkan aku tentang para pangeran.” Tambahnya memerintah.
Shilla
menatap Dayat bingun, “apa lagi yang perlu kau ketahui ?” tanyanya.
“Lakukan
saja perintahku.” Ulang Dayat.
Shilla
menelan ludahnya sebelum memejamkan matanya, selama beberapa detik seperti
tidak ada yang terjadi, tapi kemudian mata Shilla membuka dan memancarkan
sinar, Shilla bicara solah orang lain telah bicara melalui dirinya, “empat akan terbang ke lembah tujuh naga…
mereka akan menembus rintangan dan berhasil menemui tujuan… namun musuh akan
melancarkan strategi lama dan mereka akan terjebak… dan satu akan terjun ke
lembah tujuh naga dan menemui apa yang harus dia temui…”
Ify,
Sivia, dan Oik menahan nafasnya, ngeri mendengar suara yang keluar dari mulut
Shilla, sama sekali bukan suara yang mereka kenal.
Setelah
selesai mengucapkan beberapa kalimat itu Shilla kembali menutup matanya,
sedetik kemudian dia membuka matanya dan kembali normal.
Dayat
tampak berpikir selama beberapa saat, tapi lalu tertawa senang, “begitu rupanya…
strategi lama… para pangeran memang tidak pernah berubah… loyalitsa dan cinta
adalah kelemahan mereka yang paling bodoh.”
“Apa
maksudmu ?” Tanya Ify dengan nada khawatir.
Nada
itu sempat ditangkap Dayat, sehingga dia kembali tertawa, “kau mengkhawatirkan
Rio, Ify ? atau kau mengkhawatirkan
dirimu sendiri ?” katanya.
“Jelasin
aja, Om Dayat.” Sivia yang membalas.
“Kau
memang berani, Sivia… tapi keberanianmu akan segera hilang begitu tahu arti
dari ramalan itu.” Balas Dayat mulai emosi.
Sivia
tetap memandang Dayat berani, menunggu penjelasan.
Dayat
tersenyum sinis sebelum berkata, “empat
akan terbang ke lembah tujuh naga… Mereka akan ke sini lewat udara, akan
aku permudah mereka memasuki lembah ini... mereka
akan menembus rintangan dan berhasil menemui tujuan… tentu tentu, akan aku
kendorkan penjagaan, toh tujuanku memang untuk menemui mereka… namun musuh akan melancarkan strategi lama
dan mereka akan terjebak… puncaknya, oh, aku suka bagian ini, bukankah tadi
sudah kubilang loyalitas dan cinta adalah kelemahan mereka yang paling bodoh… dan satu akan terjun ke lembah tujuh naga
dan menemui apa yang harus dia temui… bagian akhir yang menyenangkan,
dengan ini aku sudah tahu aka nada setidaknya satu orang yang mati.”
Ify
dan yang lain tersentak, “apa maksudnya ?” Tanya mereka bersamaan.
“Kalian
akan lihat nanti, sementara itu bersenang-senanglah.” Katanya sebelum berbalik
dan pergi.
Ify
dan yang lain saling pandang, merasakan perasaan khawatir dan cemas yang sama.
***
lanjuutt donkk..
BalasHapuscritax lanjutin dunt.... seru loch.. :)
BalasHapuslanjutin donk please!!!
BalasHapusKAK! lanjut ini dong u,u
BalasHapussuka banget cerbungnya aaaaa ide ceritanya keren *.* trus konfliknya juga.
lanjut dong kak, plis plis plis u,u
aku suka banget nie cerbung tapy baru baca e
BalasHapusaaaaaaa belum di lanjut juga ya ini.. ayoo lanjut lagi dong.. gue udah nunggu lama nih.. lanjut yaa penasaran sumpah sama kelanjutannya..
BalasHapusgue numpang nititpin link, dan jangan lupa kunjungi kalau ada waktu dan berminat..
obat pelangsing herbal..
obat kista tradisional
udah dilanjut... cek nanamjuhpan.blogspot.com
BalasHapus